Oleh: Ust. Dedi Ahmad Ramdani, S.Pd
Kalimat Iedul Fitri seolah sama dengan kata Lebaran, namun apabila dimaknai keduanya bisa dipahami secara esensinya. Lebaran dengan segala tradisinya, adapun Iedul Fitri dengan makna hakikinya kembali kepada kesucian menitipkan pesan untuk senantiasa kembali kepada fitrah/’aaidin dan meraih kebahagian/faaizin.
Dua kata tersebut tentu memiliki motivasi yang berbeda, lebaran dipacu untuk memuaskan aspek fisik, berpakaian serba baru, kendaraan baru, rumah dibuat seperti baru dan kebutuhan-kebutuhan duniawi yang dibuat bahkan dipersiapkan.
Sedangkan Iedul Fitri dipacu agar manusia sadar akan eksistensinya yaitu dari mana berasal, untuk apa diciptakan dan akan kemana kelak, sebagaimana pesan doa pada hari raya Iedul Fitri yang artinya, “Semoga Allah jadikan kami dari kelompok orang yang kembali kepada kesucian dan bahagia”.
Bisa dipahami jika lebaran bersimbolkan pakaian dunia yang serba baru dan pasti berlalu, sedangkan Iedul Fitri bersimbolkan pakaian ukhrawi yang akan melekat sepanjang masa.
Bagi mereka yang menekankan aspek dunia, kemeriahan dan kemegahan, selepas bulan ramadhan adalah lebaran yang dinanti-nanti. Hari-hari sebelum lebaran adalah waktu dalam mengejar untuk menutupi kebutuhan yang sifatnya dangkal, maka mall dan pasar yang menjadi buruan sehingga terasa bahagia jika sudah berbelanja bahkan sampai aturan pemerintah pun tidak dihiraukannya seperti untuk tetap di rumah pada masa Pembatasaan Sosial Bersekala Besar (PSBB) dalam mengurangi penularan wabah Virus Covid-19.
Mereka akan sangat kecewa jika tidak mampu berpakaian baru, kendaraan baru dan rumah yang seperti baru.
Tetapi bagi mereka yang merindukan terhadap peningkatan iman dan taqwa, meningkatnya kualitas shaleh secara ritual dan sosial, Iedul Fitri yang memiliki makna hakiki yang dinantikan serta akan diamalkan untuk sepanjang masa. Sepanjang ramadhan mereka berkonstrasi bagaimana agar ibadahnya makbul dan selepasnya ramadhan ada yang melekat keshalehan ritual berupa ketaatan beribadah seperti shalatnya, kiyamul lailnya bahkan berzakatnya. Mereka akan merasa puas jika sudah mampu sadar bernegara, sadar beragama, membatu orang yang butuhkan, menghargai antar sesama sebagai wujud nyata dari karakteristik diri shaleh secara sosial.
Selepasnya Ramadhan, apakah kita bisa berlebaran atau bisa beriedul fitri meraih fitrah atau mungkin kedua-duanya. Hal ini tentu menjadi bahan renungan sekaligus pengukur kepekaan kita terhadap eksistensi diri.
Dalam hal ini Alloh SWT menegaskan agar kita mengedepankan yang sifatnya fitrah, seperti dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 30 yang artinya, ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Alloh, tetaplah atas fitrah Alloh yang telah menciptakan fitrah manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Alloh. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Namun dalam hal ini kita jualah yang menentukan dengan akibat dari apa saja yang diputuskannya, berikut pesan Alloh SWT untuk direnungi, ”Siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan baginya di dunia, dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya satu bagian pun di akhirat (Asy-Syu’ara:42).
Dari ayat diatas bisa dimaknai, bila kita dipenghujung Ramadhan ini dimotivasi untuk menggapai nilai Iedul Fitri yang sebenarnya, maka kegembiraan lebaran pun juga akan didapatkan. Namun bila lebaran adalah tujuan satu-satunya dari puasa hingga disibukan untuk mempersiapkannya, bisa dipastikan akan mendapatkan kemeriahan dan kemegahan lebaran saja tetapi dikhawatirkan kita tidak mendapatkan sedikitpun kesucian Iedul Fitri yang diraih.
Maka Iedul Fitri jadikan sebuah momentum untuk hati merayakan kembali kesuciannya, yaitu fitrah manusia yang harus terus dijaganya. Dengan demikian tidak akan mengurangi makna lebaran karena pada Iedul Fitri terdapat keshalehan sosial untuk bisa berbagi dan saling membahagiakan antar sesama terlebih lebih kepada keluarga dan kerabat dengan cara memberikan apa yang dibutuhkan.
Dengan Iedul Fitri yaitu hari kemenangan penuh kesucian, kita diajarkan bahwa agama berperan dalam mengarahkan menusia mengembalikan kesuciannya, bukan mengagungkan kenikmatan duniawi yang serba meriah, mewah dan megah namun akhirnya palsu dan menipu.
Editor: Red