Gulir ke bawah untuk membaca
Contoh Gambar di HTML

DaerahHOME

Miriis, Pasutri di Cianjur Tinggal di Gubuk Tak Layak Huni

×

Miriis, Pasutri di Cianjur Tinggal di Gubuk Tak Layak Huni

Sebarkan artikel ini

Metromedianews.co – Aya Suhara (56) dan istrinya Nana Sumarna (64) bertahan hidup tinggal di gubuk reyot yang bahan gubuknya didapat dari hasil memungut di tempat pembuangan puing.

Rumah berukuran 2×3 meter, tempat tinggal pasangan suami istri (Pasutri) Aya Suhara (56) dan Nana Sumarna (64) berlokasi di Kampung Tegallega RT02 RW 07 Desa Limbangansari, Kecamatan Cianjur, butuh perhatian pemerintah.

Kondisi rumah yang terbuat dari sisa-sisa kayu dan bambu bekas, beratap genteng dari hasil memungut di tempat pembuangan puing, tampak sudah nyaris ambruk.

Bahkan menurut pengakuan kedua pasutri tersebut yang sehari-hari bekerja serabutan itu saat turun hujan disertai angin, tidak bisa tidur lantaran khawatir rumah roboh.

“Jika hujan deras apalagi dengan angin besar tidak bisa tidur, karena air hujan masuk ke dalam, sehingga dingin dan takut roboh,” kata Aya saat ditemui belum lama ini.

Sementara, didalam rumah tersebut terlihat tumpukan kasur lusuh sebagai alas tidur, dan buntelan pakaian tertumpuk di dalam gubuk berukuran 2×3 meter itu.

Tirai lusuh dengan seutas tali pun tampak menghiasi ruangan gubuk diterangi cahaya lilin kecil, hingga suasana begitu sangat memprihatinkan.

Selain kondisi itu, untuk mandi dan mencuci pakaian, setiap harinya Aya dan istrinya hanya mengandalkan sumber air di MCK umum, berada di  lokasi kampung sebelah.

Sedangkan tempat untuk memasak, Aya hanya mengandalkan area di samping gubuk, posisi tungku untuk memasak terbuat dari bata bekas terlihat berada di luar ruangan.

Pasutri tersebut terpaksa tinggal di gubuk reyot karena tak memiliki ekonomi yang cukup, apalagi untuk mengontrak rumah.

“Boro-boro kanggo ngontrak bumi, jang emam ge sapopoe hese masih kirang. Jangankan mengontrak rumah, untuk makan sehari-hari juga masih saja sering kurang,” kata Aya seraya meneteskan air mata.

Sedangkan tanah tempat gubuk reyot yang didirikannya adalah milik warga setempat yang dipinta izin untuk ditempatinya.

Keduanya berharap mendapat perhatian dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun pusat, agar bisa memiliki tempat untuk bertahan hidup yang layak. (Jay)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *