Gulir ke bawah untuk membaca
Contoh Gambar di HTML

#
#
HOME

Petani Subang Gagal Panen, Swasembada Pangan Terancam

×

Petani Subang Gagal Panen, Swasembada Pangan Terancam

Sebarkan artikel ini
38 Pengunjung

Ket.Gbr :Warna daun Padi menghitam, pertumbuhannya lambat dan buahnya hampa.

SUBANG, MMN.CO – Kondisi tanaman padi di musim rendeng (Mt.2106/2017) di Desa-desa sejumlah kecamatan, kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat banyak terserang hama dan penyakit, sehingga tanamannya rusak dan mengering. Hal tersebut membuat petani banyak yang gagal panen dan dikhawatirkan berdampak terancamnya program swasembada pangan.

Dari pantauan Jaya Pos dibeberapa kecamatan di wilayah Kabupaten Subang, kondisinya nyaris sama. Para petani mengeluh, pasalnya tanaman padinya sudah tidak bisa diselamatkan, kendati sudah dilakukan pemberantasan dan pengendalian hama dan penyakit secara maksimal.

Kejadian itu seperti menimpa di Desa-desa di wilayah Kecamatan Binong, Pagaden, Pagaden Barat dan Cipunagara, ratusan hektar sawah disana tidak bisa dipanen. Upaya para petani untuk menanggulangi musibah itu diantaranya ada yang memilih untuk menanam ulang, padahal biaya yang dikeluarkan untuk mengolah tanah dan tanam padi itu tidak sedikit.

“Musim tanam kali ini, kebanyakan tidak panen (puso). Kejadiannya hampir merata, kalaupun ada yang bisa dipanen hasil padinya tidak maksimal seperti tahun-tahun sebelumnya, saya juga dari areal sawah satu hektar hasil panennya hanya dapat 10 karung. Maisng-masing isinya 25- 30 kg/karung. Itu juga butirannya banyak hampa ” ujar Tala, asal petani Desa Karangsari (Kec.Binong).

H.Suhana (60 th), asal petani desa yang sama saat dijumpai di kediamannya mengaku, hasil panenan seluas 3 Ha hanya memperoleh 15 karung, padahal pada musim sebelumnya rata-rata mencapai 6 ton untuk setiap hektarnya.

Atas kejadian ini H.Suhana sempat shok saat menyaksikan   tanaman padinya yang rusak dan mengering, hingga pingsan di areal sawahnya saat itu, ujar Tala.

“Iya, banyak yang gagal panen, bahkan ada yang sampai tanam ulang karena padinya mengering dan tidak ada butirannya sama sekali,” kata Kardi petani asal Desa Karangwangi (Kec.Binong).

Berbeda dengan pengakuan Muhidin (59 th) petani asal Desa Citrajaya (Kec.Binong), mengaku bila tanaman yang saat itu hendak dipanen kelihatan butiran padinya tidak banyak, ada sebagian yang sudah mengering. Mudah-mudahan bisa dipanen, walaupun pasti hasilnya tidak maksimal,” katanya.

Petani asal Desa Simpar (Kec.Cipunagara) Mursyidan (58 th) mengatakan hal serupa, namun tidak semua padi rusak, ada sebagian yang bisa diselamatkan. Kondisi padi mengering dan tidak tumbuh biji.

“Padi menghitam dan mengering, Alhamdullilah ada yang bisa diselamatkan, walupun hasilnya tidak maksimal, tapi bisa dipanen,” katanya.

Petani asal Pagaden  Mustopa (59 th), mengalami hal tragis karena seluruh padi yang ditanam tidak bisa dipanen. Hal tersebut membuat dirinya sangat merugi.

“Saya sudah putus asa, lantaran tidak bisa panen dan sawah langsung dibajak lagi, untuk ditanami ulang,” ujarnya mengeluh.

Kerugian yang dialami Mustopa, nyaris dialami oleh para petani di wilayah Subang. Oleh kerena itu, kerusakan tanaman padi pada musim rendeng tahun ini harus menjadi peringatan terkait swasembada pangan yang merupakan program Nawacitanya pemerintah pusat.

“Harus ada penyelamatan bagi petani. Jika setiap musim panen seperti ini, program pemerintah yaitu swasembada pangan bisa gagal,” ujar Suryana tokoh tani Pantura.

Berdasarkan pantauannya, kendati kejadian serangan hama & penyakit begitu masif, sehingga menimbulkan kerugian yang amat sangat bagi petani, namun guna antisipasi di musim gadu ini pihak instansi terkait tidak terlihat kegiatan yang mengarah penyelamatan tanaman padi petani.

Begitu pula pihaknya mempertanyakan sejauh mana kinerja yang dibangun melalui MoU antara pihak instansi Pertanian dengan ABRI serta manfaat asuransi petani, sejauhmana bisa dirasakan para petani. “ Jangan hanya sosialisasinya saja, tapi yang terpenting hasil akhirnya mana,” Ujar Suryana berkeluh kesah.

Terkait kondisi serangan virus wereng batang coklat (Klowor) di musim rendeng Kepala Desa Karangsari Dasim Somantri,SE mengaku, bila pesawahan yang terserang di desanya mencapai kisaran 65% dari luas areal sawah yang ada. Ujarnya.

Sementara itu Pengamat Organisme Penggangu Tumbuhan (POPT) Kec.Binong Komarudin menerangkan, bila OPT yang menyerang tanaman padi saat Mt.Rendeng lalu umumnya di wilayah kerjanya adalah virus asal Wereng Batang Coklat (Nilaparvta lugens Stall).

Hingga saat ini kata Komeng panggilan akrabnya, virus itu belum bisa basmi karena memang belum diketemukan obatnya, tetapi setidaknya hama Wereng Coklat yang sudah bisa dikendalikan dengan cara ; (1)Pengaturan pola tanam dengan cara tanam serentak, pergiliran tanaman dan pergiliran varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat biotipe wereng coklat. (2) Penggunaan varietas tahan yang dapat digabungkan dengan cara pengendalian biologi, semisal pemanfaatan musuh alami, namun agar penggunaan varietas tahan bisa bertahan lama dan efektif perlu diintegrasikan dengan komponen pengendalian yang lain, seperti pengaturan pola tanam, pergiliran varietas dan distem pengamatan yang intensif. (3) Pengendalian hayati yaitu dengan memanfaatkan cendawan patogen serangga. (4)Eradikasi. Cara ini apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan atau kerdil hampa (baca: kelowor) dengan cara dicabut dan pemusnahan.(5). Penggunaan insktisidadilakukan pengelolaan agro ekosistem masih dijumpai wereng coklat 10 ekor/rumpun pada tanaman berumur < 40 hst/20 ekor/rumpun. Insektisida yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diizinkan untuk tanaman padi.

Masih kata Komeng, di daerah serangan yang merupakan virus (kerdil rumput dan kerdil hampa), menggunakan insektisida butiran ditebar pada satu hari sebelum pengolahan tanah terakhir secara seed bed treatment. Namun bila ditemukan wereng coklat di persemaian perlu dilakukan penyemprotan. (@BH/US)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *