MMN.CO – Seperti di kutip diberbagai media beberapa waktu lalu bahwa PT. Pertamina (Persero) telah mengemukakan, saat ini beberapa pemerintah daerah (pemda) di Indonesia telah melakukan kebijakan khusus terkait gas elpiji 3 kilogram (kg). Bersama Pertamina, Pemda melarang para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di daerahnya tersebut untuk menggunakan elpiji bersubsidi tersebut. Wakil Direktur Utama Pertamina Ahmad Bambang mengatakan, saat ini sudah banyak daerah yang menerapkan kebijakan tersebut. “Seperti di Binjai, Deli Serdang, Bogor, Bandung mau declare, Bekasi. Jawa Tengah paling banyak Pati, Kudus, Semarang Kota, Semarang Kabupaten, Ponorogo, Blitar serta Kediri,” katanya di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Selasa (8/11/2016) lalu. Menurutnya, kebijakan ini dilakukan karena PNS sudah bukan merupakan golongan masyarakat miskin. Sementara gas melon tersebut diperuntukkan bagi masyarakat miskin. ”Kita minta pemda, kan PNS sudah tidak masuk golongan miskin. Makanya pemda menyarankan tidak boleh,” imbuh dia. Lebih lanjut dia mengungkapkan, cara ini diambil lantaran hingga saat ini perseroan belum memiliki cara untuk mengawasi penyebaran pengguna gas elpiji 3kg. Belum ada aturan hukum yang menjadi pegangan Pertamina untuk melarang penggunaan gas melon bagi masyarakat mampu. “Enggak bisa (diawasi). Kita tahu bahwa aturan belum ada. Pengguna elpiji waktu konversi hanya minta ke elpiji saja. Sekarang aturan ke orang miskin itu belum ada. Makanya sekarang kita persuasif saja, ditulis di tabung,” tuturnya. Meskipun begitu, dia mengungkapkan bahwa pemerintah daerah tidak memberikan hukuman (punishment) kepada PNS yang menggunakan gas elpiji 3 Kg. “Enggak (dikasih punishment). Persuasif itu menyadarkan saja hak orang miskin. kalau dimakan berarti zhalim, kalau zhalim nggak berkah. Makanya itu banyak pedagang eceran banyak yang pakai 5 kilo,” tandasnya. Seperti di kabupaten Badung, bali, Apresiasi dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Bupati Badung dan seluruh jajarannya karena komitmen penggunaan LPG Non Subrisidi di kalangan PNS Kabupaten Badung. ini. Pertamina sangat menyambut baik peluang ini dan akan terus memberikan pelayanan terbaik bagi para PNS maupun masyarakat yang ingin menggunakan produk LPG Non Subsidi kami yaitu Bright Gas” jelas Nyoman.
Lebih lanjut Nyoman menjelaskan Pertamina akan terus mempermudah konsumen dan masyarakat dalam mendapatkan LPG Non Subsidi Pertamina. Selain tersedia di 16 Agen dan 46 SPBU yang tersebar di Pulau Bali, LPG NPSO Pertamina jenis Bright Gas (Bright Gas 5.5 Kg & Bright Gas 12 Kg) dan LPG 12 Kg tabung biru juga tersedia di 221 Indomaret di Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. “Selain melakukan pembelian langsung melalui outlet-outlet tersebut diatas, khusus produk LPG Non Subsidi Pertamina juga hadir dengan keunggulan dan pelayanan pesan antar ke rumah melalui contact Pertamina 1500000. Layanan pesan antar ke rumah melalui no telp contact Pertamina 1 500 000. Selain itu saat ini Pertamina juga mempunyai Program promo tukar tabung 3 Kg bersubsidi dengan Bright Gas 5.5 Kg. Pertamina akan memfasilitasi dengan program penukaran 2 tabung LPG 3 Kg dengan 1 tabung LPG Bright Gas 5.5 Kg di Agen LPG dan juga melalui Contact Pertamina ” jelas Nyoman. Mekanisme penukaran Tabung sbb : 2 tabung LPG 3 Kg bersubsidi bisa ditukarkan dengan 1 tabung Bright Gas 5,5 Kg, dengan tambahan customer bayar ke agen Rp 99.500 lalu 1 tabung LPG 3 Kg bersubsidi bisa ditukarkan dengan 1 tabung Bright Gas 5,5 Kg, dengan tambahan customer bayar ke agen bayar ke agen Rp. 208.500. Juga di daerah lain seperti di Kota Bogor Pemerintah Daerah Kota Bogor melarang semua restoran dan hotel yang tersebar di wilayah Kota Bogor untuk menggunakan gas elpiji ukuran 3 kilogram (gas melon) dalam kegiatan memasak dan keperluan usahanya. Jika pelarangan tersebut tidak diindahkan dan masih ada hotel serta restoran yang menggunakan gas 3 kilogram dalam aktivitasnya, akan diberikan sanksi. “Kami sudah menyebarkan surat edaran pelarangan restoran dan hotel di Kota Bogor menggunakan gas 3 kilogram untuk kegiatan usaha memasaknya,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Bogor Bambang Budianto, Jumat, 6 Februari 2015.
Dia mengatakan di Kota Bogor terdapat sekitar 400 restoran dan rumah makan besar yang memiliki omzet di atas Rp 300 juta per tahun, dan sebagian besar masih menggunakan gas 3 kilogram untuk memasak. “Mereka menyalahi aturan karena peruntukan gas 3 kilogram bagi masyarakat kecil dan usaha UMKM, karena memang merupakan gas bersubsidi dari pemerintah,” katanya. Untuk itu, jika setelah dilayangkannya surat edaran pelarangan penggunaan gas 3 kilogram untuk restoran dan hotel, pihaknya akan langsung melakukan pemantauan bahkan sidak. “Nanti, jika dalam sidak ini masih ditemukan restoran dan hotel menggunakan gas 3 kilogram, mereka dapat dikenakan sanksi denda Rp 2 miliar atau kurungan 4 tahun penjara karena melanggar UU Perlindungan Konsumen,”ujarnya. Bambang mengatakan nantinya yang dapat menggunakan gas 3 kilogram di Kota Bogor hanya masyarakat kecil dan rumah makan tertentu. “Jadi yang boleh itu dilihat dari tempat usahanya. Kalau menengah ke atas, kan, biasanya bangunannya 80 meter persegi ke atas,” ucapnya. Bambang menjelaskan rumah makan menengah ke atas saat ini hanya boleh menggunakan gas 12 kilogram atau nonsubsidi. “Saat ini pun kita masih melakukan pemantauan ke beberapa rumah makan. Soalnya banyak,” katanya. Kepala Bidang Perdagangan Disperindag Kota Bogor Mangahit Sinaga mengatakan pelarangan penggunaan gas 3 kilogram untuk restoran dan hotel itu sebagai salah satu antisipasi kelangkaan gas 3 kg di masyarakat. Sebab, banyak restoran yang beralih menggunakan gas 3 kg setelah kenaikan harga gas tabung 12 kg. “Langkah ini sebagai antisipasi kelangkaan gas di masyarakat,” ujarnya. Untuk saat ini, Sinaga mengungkapkan, Pemerintah Kota Bogor memiliki kuota sebanyak 750 ribu tabung per bulan, dan akan mendapatkan jatah penambahan sebanyak 10 persen pada hari-hari tertentu. “Kuotanya sudah ditentukan, dan penambahan 10 persen pun ditentukan hanya hari-hari tertentu, seperti Lebaran, tahun baru, dan Natal,” katanya.
Sekedar Informasi bahwa Liquified Petroleum Gas (“LPG”) adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan, dan penanganannya yang pada dasarnya terdiri atas propana, butana, atau campuran keduanya. Demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (“Permen ESDM 26/2009”). LPG 3 kg itu sendiri yang merupakan LPG bersubsidi dalam Permen ESDM 26/2009 dikategorikan sebagai LPG Tertentusebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 9 Permen ESDM 26/2009: LPG Tertentu adalah LPG yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna/penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang masih harus diberikan subsidi. Anda benar bahwa pengguna LPG 3 kg itu hanya dikhususkan bagi konsumen rumah tangga dan usaha mikro. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (“Perpres 104/2007”) yang berbunyi : Penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro. Terkait sasaran pengguna LPG 3 kg untuk konsumen rumah tangga dan usaha mikro, dalam artikel Penggunaan LPG Bersubsidi Banyak Tak Sesuai Aturan dijelaskan bahwa pengawasan atas pelaksanaan distribusi LPG 3 kg juga sudah diatur dalam Permen ESDM 26/2009. Bahkan, pemerintah telah pula membentuk Tim Pengawasan Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji 3 kg sebagaimana dalam ketentuan Pasal 33 Permen ESDM 26/2009 itu.
Selanjutnya apakah LPG 3 kg ini dapat digunakan untuk usaha peternakan. Mengacu pada Permen ESDM 26/2009, maka pengguna LPG 3 kg itu diperuntukkan bagi usaha mikro. Sehingga dengan demikian menurut kami, pengusaha peternakandengan skala usaha mikro pun dapat menggunakan LPG 3 Kg. Karena Perpres 104/2007 maupun Permen ESDM 26/2009 tidak menyebutkan kriteria usaha mikro, maka kami merujuk pada kriteria usaha mikro yang dikenal dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UU UMKM”), yaitu : memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). Jadi, pengusaha ternak dapat menggunakan LPG 3 kg jika pengusaha tersebut memenuhi kriteria-kriteria sebagai pengusaha usaha mikro yang terdapat dalam UU UMKM di atas. Dengan kata lain, kami tidak dapat menjadikan jumlah hewan ternak sebagai patokan kriteria usaha mikro. Untuk itu soal jumlah hewan ternak dalam skala tertentu sebenarnya telah diatur dalam dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts /OT.210/6/2002 tentang Pedoman Perizinan Pendaftaran Usaha Peternakan (“Kepmentan 404/2002”). Namun, dalam kepmen ini skala usaha peternakan dikenal sebagai berikut: 1. Skala usaha peternakan yang wajib memperoleh izin perusahaan peternakan; dan 2. skala usaha peternakan yang tidak memerlukan izin usaha (peternakan rakyat) Pada Lampiran 1 Kepmentan 404/2002 disebutkan bahwa untuk usaha peternakan rakyat, hewan jenis ayam ras petelur untuk peternakan rakyat tanpa izin usaha peternakan itu berjumlah sampai dengan 10.000 ekor dan untuk jenis ayam ras pedaging berjumlah sampai dengan 15.000 ekor. Demikian informasi ini semoga bermanfaat, sebagai Dasar hukumnya, 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 104 Tahun 2007 Tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram 3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 021 Tahun 2007 Tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram 4. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2009 Tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas 5. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/Kpts /OT.210/6/2002 tentang Pedoman Perizinan Pendaftaran Usaha Peternakan. (Umi Latifah, S.Pd.i)