MMN.co, Banda Aceh – Anggota Komite IV DPD RI asal Aceh, H. Sudirman, S.Sos atau Haji Uma mempertanyakan teknis dan metode dari pendataan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kaitannya dengan data angka kemiskinan Aceh.
Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja Komite IV DPD RI bersama Kepala BPS Pusat dan jajarannya di Gedung DPD RI, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (3/9/2024).
Dalam rapat tersebut, Haji Uma menyoroti angka kemiskinan Aceh sebesar 14,23 persen atau tertinggi di Sumatera setelah Bengkulu. Menurutnya, angka ini konsisten atau tidak pernah turun setiap tahun dari data yang dipublikasi BPS.
“Angka ini saya perhatikan konsisten tidak pernah turun tiap tahunnya. Untuk itu kami ingin mengetahui komposisi atau variabel yang menjadi dasar penilaiannya apa saja. Ini penting untuk kita koordinasikan nanti dengan daerah untuk langkah percepatan penurunan angka kemiskinan di Aceh,” ujar Haji Uma.
Haji Uma melanjutkan, penting juga untuk mengetahui angka riil dari pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dalam konteks Aceh dengan jumlah populasi 5.52 juta, berapa orang yang menjadi penyumbang angka kemiskinan dan spesifikasinya apa saja dan hal ini menurutnya mesti lebih jelas adanya.
Selain itu, Haji Uma juga ikut menyinggung terkait penyaluran bantuan sosial (Bansos) oleh Kementerian Sosial. Dalam hal ini, dirinya mempertanyakan koordinasi dan konfirmasi Kemensos dengan BPS terkait data penerima bansos yang digunakan.
“Saya menanyakan hal ini ke BPS karena ada korelasinya dengan kemiskinan. Saya pernah melakukan checking di daerah, ada penerima bansos yang memiliki mobil dan saat saya tanyakan jawabannya data dari pusat. Bahkan, ada telah meninggal dunia tapi masih tercatat dan menerima bansos,” katanya.
Karena itu, Haji Uma menilai bahwa data yang digunakan kurang pembaharuan dan perlu untuk di update. Untuk itu, perlu ada perhatian untuk sinkronisasi data serta metodologi yang digunakan dalam proses penetapan angka kemiskinan oleh BPS.
“Saya dari Aceh dan merasa miris karena Aceh selaku menjadi daerah termiskian di Sumatera berdasarkan data BPS. Untuk itu perlu pembaruan data dan kejelasan soal metodologi proses survey BPS terkait data angka kemiskinan ini”, tutup Haji Uma.(Fahrid)