JAKARTA, METROMEDIANEWS.CO – Kelompok Masyarakat Sipil Anti Korupsi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memecat Direktur Penyidikan KPK Brigadir Jenderal Aris Budiman, dan mengembalikannya ke institusi kepolisian. Hal itu dikarenakan Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Aris Budiman tadi malam menghadiri panggilan Pansus Angket KPK, meski tidak mendapat persetujuan dari pimpinan.
Koalisi masyarakat sipil meminta pimpinan KPK untuk memecat Aris Budiman. “Aris melakukan pembangkangan terhadap perintah pimpinan yang tidak mengizinkannya hadir dalam pansus, karena sikap pimpinan KPK jelas tidak mengakui pansus yang dibentuk oleh DPR,” demikian pernyataan koalisi yang disampaikan perwakilan dari YKBHI Muhammad Isnur, Rabu (30/8/2017) pagi.
Isnur yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Jakarta dan ICW ini mengatakan, jika dilihat dari Peraturan KPK RI No. 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, maka jabatan Direktur Penyidikan berada di bawah Deputi Penindakan. Artinya ada dua level pimpinan yang dilampaui oleh Aris Budiman untuk berbicara membawa nama KPK di depan DPR. Dalam Pasal 14 Peraturan KPK No. 1 Tahun 2015 yang mengatur mengenai tugas dan fungsi Direktur Penyidikan tidak terdapat tugas atau fungsi Direktur Penyidikan untuk melakukan koordinasi atau menghadiri forum politik seperti pansus di DPR.
Kedatangan Aris Budiman dalam Pansus Angket KPK merupakan pembangkangan terhadap perintah pimpinan. “Ada dua tingkat kepemimpinan yang dilalui oleh Aris Budiman untuk berbicara membawa nama KPK di depan DPR,” kata Donal dalam rilis pers Kelompok Masyarakat Sipil Anti Korupsi, Rabu 30 Agustus 2017.
Dijelaskan Donal, dalam Peraturan KPK RI Nomor 1 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja KPK, jabatan Direktur Penyidikan berada di bawah Deputi Penindakan. Selain itu, tugas dan fungsi Direktur Penyidikan untuk melakukan koordinasi atau forum-forum politik, seperti pansus di DPR, juga tidak diatur dalam peraturan KPK tersebut.
“Setidaknya terdapat 3 pelanggaran yang dilakukan oleh Aris Budiman berdasarkan Peraturan KPK No. 7 Tahun 2013 tentang Nilai-Nilai Dasar Pribadi, Kode Etik, dan Pedoman Perilaku KPK,” papar Isnur menambahkan.
Berikut tiga pelanggaran versi para koalisi masyarakat sipil:
Pertama adalah terkait integritas yang tercantum dalam angka 2 Bab Integritas. Dalam Pasal tersebut dinyatakan setiap Insan Komisi harus memiliki komitmen dan loyalitas kepada Komisi serta mengenyampingkan kepentingan pribadi/golongan dalam pelaksanaan tugas. Aris Budiman datang ke DPR melakukan klarifikasi terhadap kasus yang dituduhkan kepadanya merupakan tindakan mengedepankan kepentingan pribadinya sendiri. Selain itu keterangannya yang mendiskreditkan KPK memperlihatkan ketidakloyalannya terhadap KPK.
Kedua, terkait larangan yang tercantum dalam angka 22 Bab Integritas, yaitu melakukan tindakan yang dapat mencemarkan nama baik Komisi, antara lain mendatangi tempat-tempat tertentu yang dapat merusak citra Komisi, kecuali dalam pelaksanaan tugas dan atas perintah atasan. Keterangan Aris Budiman di pansus justru mencemarkan nama baik Komisi dengan menyatakan adanya friksi dan perpecahan di KPK, adanya gank di KPK, ancaman oleh Wadah Pegawai KPK, dst.
Ketiga, adalah terkait profesionalisme dalam angka 1 Bab Profesionalisme yang mengharuskan setiap Insan Komisi patuh dan konsisten terhadap kebijakan dan Standar Operasi Baku. Aris Budiman tidak patuh terhadap perintah pimpinan yang melarangnya menghadiri pansus. Menghadiri suatu acara juga seharusnya sepengetahuan dan seizin pimpinan.
Selain memberikan klarifikasi terhadap dugaan pertemuannya dengan beberapa anggota DPR terkait kasus E-KTP, keterangan Aris Budiman juga mendiskreditkan Novel Baswedan dan juga Wadah Pegawai KPK. Wadah Pegawai dituduh pernah mengancam Aris Budiman, padahal yang dilakukan oleh Wadah Pegawai adalah protes yang merupakan hal biasa dalam sebuah organisasi/lembaga. Novel Baswedan sebagai Ketua Wadah Pegawai memang pernah mengirim email yang keras menolak ditambahnya penyidik dari unsur kepolisian karena meragukan integritas penyidik dari kepolisian. Namun hal tersebut seharusnya menjadi urusan internal KPK, bukan pansus, terlebih concern Novel dan Wadah Pegawai sangat beralasan.
Selain mendatangi pansus secara ilegal dan adanya dugaan pertemuan dengan anggota dewan membahas kasus E-KTP, Aris Budiman diduga juga pernah menghalangi penetapan tersangka kasus korupsi. Aris Budiman diduga menghalangi penetapan Setya Novanto sebagai tersangka dengan menyatakan keberatan terhadap hasil gelar perkara yang sudah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka. Jadi tidak sekali ini saja ia bertindak bertentangan dengan kerja pemberantasan korupsi. Sehingga wajar ia mendapatkan protes ataupun kecaman.
Jika kita melihat perjalanan Pansus Angket terhadap KPK, maka semakin jelas bahwa kepolisian secara aktif mendukung Angket terhadap KPK. Hadirnya Aris Budiman tidak mungkin terjadi jika tidak terdapat desakan dari orang di institusi asalnya. Aris Budiman dalam keterangannya juga menyatakan tidak mungkin ia mengkhianati mereka (polisi). Juli lalu, Tempo melakukan investigasi dan menemukan dugaan bahwa salah satu jenderal dari kepolisian bertugas memimpin salah satu Pos Angket untuk memperlancar angket. Jendral tersebut adalah Brigjen Antam Novambar, orang yang sama pada tahun 2015 mengancam Direktur Penyidikan KPK, Endang Tarsa, untuk bersaksi meringankan Komjen Budi Gunawan.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka Kelompok Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyatakan sebagai berikut:
1. Meminta kepada KPK memecat Aris Budiman dan mengembalikannya ke institusi kepolisian.
2. Meminta kepolisian memberikan sanksi kepada Aris Budiman yang tidak mengikuti aturan dalam penugasan di KPK.
3. Mengevaluasi kembali penyidik Polri di KPK. KPK segera lakukan perekrutan penyidik sendiri.
4. Meminta DPR menghentikan pansus angket KPK yang penuh dengan kebohongan dan melemahkan KPK.
5. Meminta Presiden mengevaluasi kepolisian yang diduga mendukung pansus untuk melemahkan KPK.
Aris Budiman kepada Pansus semalam mengakui melanggar perintah pimpinan KPK. Menurutnya ini merupakan kali pertama dia melakukan pelanggaran.
“Sepanjang karier saya, ini pertama kali saya melanggar perintah pimpinan,” ungkap Brigjen Pol Aris Budiman dalam rapat bersama Pansus Angket KPK di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (29/8/17) semalam.
Dia mengaku kehadirannya dalam rapat kali ini untuk membela KPK. Ia juga ingin mengklarifikasi soal dugaan pertemuan dirinya dengan Anggota Komisi III DPR.
“Ini bukan hanya soal kehormatan pribadi, tapi kehormatan lembaga KPK. Lembaga luar biasa harapan bangsa memperbaiki Indonesia,” katanya.
Aris juga mengaku diincar oknum di dalam lembaga KPK. Dia merasa ada yang ingin memojokkannya saat ini. “Saya seolah-olah ditunjukkan foto bertemu anggota DPR berulang kali. Satu pun anggota DPR tidak ada yang saya kenal,” tegas Aris.
Menurut Donal, Aris Budiman datang ke DPR melakukan klarifikasi terhadap kasus yang dituduhkan kepadanya merupakan tindakan mengedepankan kepentingan pribadinya sendiri. (jns/dr).