MMN, JAKARTA – Sepuluh kepala SMP di Cianjur dihadirkan sebagai saksi pada sidang lanjutan kasus pungutan liar Dana Alokasi Khusus (DAK) SMP yang menjerat Bupati Cianjur Non-aktif, Irvan Rivano Muchtar. Dalam sidang kali ini, beberapa kepala sekolah mengungkapkan cara mereka dalam menutupi kekurangan dana dari pemerintah.
Ya kami efisiensi dana yang ada, supaya dapat kualitas yang baik dengan harga murah. Misalnya, mebel dianggarkan di RAB, kalau beli di Cianjur kota harganya mahal, tapi di Cianjur selatan harganya murah tapi kualitasnya baik. Jadi saya beli di Cianjur Selatan, ujar Kepala SMP Negeri 2 Mande, Nita Helida dalam sidang lanjutan, Senin (10/6/2019).
Untuk menanggulangi hal tersebut, pihaknya berusaha mencari material murah berkualitas bagus. Hal tersebut akan dimasukan ke sebuah LPJ nantinya.
Untuk pembangunan ruang kelas juga sama. Setelah semua pembangunan selesai, kami bikin laporan pertanggung jawaban (LPJ) yang sesuai RAB, namun saya akui itu tidak sesuai kenyataan, tidak sesuai fakta, ujar Nita, seperti dilansir ayobandung.com, Senin (10/6).
Hal serupa juga dikatakan Kepala SMP Negeri 2 Ciranjang, Musna Werti. Dia mengaku sekolahnya mengalami potongan 17,5 persen dari DAK fisik SMP sebesar Rp830 juta.
Kami kepala sekolah harus sebisa-bisa menyesuaikan dengan RAB dengan ada bagian-bagian yang dikurangi, seperti kayu, pasir dan tukang. Saya bilang ke penjualnya, saya punya dana segini, bisa enggak beli pasir, beli kayu dan lain-lain. Termasuk ke tukang bangunannya. Dan setelah disusun, penggunaan dananya 100 persen sesuai dengan RAB, ujar Musna Werti
LPJ-nya saya akui fiktif karena ada potongan dana yang tidak saya nikmati. Penyusunan skema membuat LPJ diarahkan oleh Kabid SMP di Hotel Yasmin, tambah Musna Werti.
Kepala SMP Negeri 1 Cilaku, Suhendar juga mengaku dirinya melakukan hal serupa.
Untuk menutupi 17,5 persen itu harus bersiasat. Saya misalnya, untuk biaya mebeuler, menutupinya pakai uang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), kan aturannya juga diperbolehkan dana BOS dipakai untuk beli mebeuler, ujar dia.
Karena adamya pemotongan, Suhendar memgakui ia terpaksa menggunakan dana BOS untuk menutupi pemotongan DAK, maka mebeler yang ada seharusnya dua unit mebel, yakni mebel menggunakan dana BOS dan DAK.
Ternyata, LPJ fiktif yang dibuat ketiga Kepala Skolah ini merupakan perintah dari pengurus masing-masing sub rayon. Mereka juga menyebut kalau aturan terkait LPJ fiktif ini pernah disebutkan salah satu terdakwa dalam kasus ini, Cecep Sobandi selaku Kadisdik Cianjur.
Kami terpaksa memotong dana itu kemudian membuat LPJ fiktif karena diminta oleh pengurus masing-masing Sub Rayon, kata Nita, dibenarkan oleh para kepala sekolah lain.
Salah satu arahannya soal cara penyusunan LPJ agar disesuaikan dengan RAB meski ada pemotongan 17,5 persen, terang Musna.(Red)