Gulir ke bawah untuk membaca
Contoh Gambar di HTML

#
#
HOME

Kisah Pilu Seorang Pemulung Menyelamatkan Buah Hatinya

×

Kisah Pilu Seorang Pemulung Menyelamatkan Buah Hatinya

Sebarkan artikel ini
39 Pengunjung

METROMEDIANEWS, CIANJUR – Tak pernah terbayangkan nasibnya seperti ini, sudah jatuh tertimpa tangga. Namun ia menyadari dan coba untuk ikhlas karena roda kehidupan itu berputar.

Kisah hidup yang memilukan ini dirasakan oleh Harun Armi (33), warga Kampung Pasir Terong RT 02/08, Desa Maleber, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Cianjur, yang mana ia harus merasakan pahitnya kehidupan.

Ditahun 2014, Harun mengalami nasib naas akibat kecelakaan motor yang dialaminya sehingga kakinya mengalaminya cacat. Selama 6 bulan Harun hanya bisa berbaring ditempat dia bekerja di perusahaan pembibitan ikan di Padang Sumatera Barat. Alhasil, akhirnya Harun memutuskan untuk pulang ke Cianjur pada tahun 2015 karena merasa malu pada perusahaan tempat ia bekerja.

Akibat cacat yang dideritanya, pria lulusan SMP ini kesulitan untuk mencari pekerjaan. Kemudian dia memutuskan untuk menjadi pemulung untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Apalagi pada waktu itu ia harus mempersiapkan biaya untuk persalinan anak keduanya.

Kesulitan Harun tidak hanya disitu saja, biaya untuk tempat tinggal pun harus ia keluarkan mengingat rumah tinggal peninggalan orang tuanya sudah rusak parah dan mau roboh.

Harun bersama istri Sri Rahayu (24) terpaksa mengontrak dengan membayar Rp200 ribu perbulan. Padahal dari hasil memulungnya Harun hanya mendapatkan Rp15 ribu per harinya.

“Saya khawatir rumahnya roboh dan menimpa anak-anak,” katanya.

Tiba pada saat anak keduanya lahir yang diberi nama Aria Muhamad Ibrahim, nasib malang kembali menerpa keluarganya. Anaknya langsung divonis menderita gizi buruk sejak lahir.

Sudah empat kali anaknya dirawat di Rumah Sakit dan selama 2,4 tahun Harun harus berjuang merawat anaknya.

“Pada bulan Juni 2018, anak saya masuk ruang ICU karena drop dan hanya bertahan selama 4 hari kemudian meninggal dunia,” kata Harun menyampaikan kepada MMN dengan nada sedih.

“Saat anak saya meninggal dunia banyak pejabat dari kepala desa, pihak kecamatan, sampai dinas dari kabupaten datang ke rumahnya,” ucapnya.

Itu sangat saya hargai, kata Harun, namun saya kadang heran kemana mereka saat 2,5 tahun saya membutuhkan jaminan kesehatan untuk anaknya hingga tidak bisa diselamatkan. Beruntung pada waktu itu ada beberapa dokter secara pribadi menawarkan berobat jalan gratis untuk anaknya yang menderita gizi buruk.

“Saya bersyukur masih ada dokter yang secara pribadi saat itu menawarkan berobat jalan gratis untuk anak saya,” ungkapnya lirih.

Saat ini, Harun mengaku tidak patah arang dengan kondisinya. Bagi dirinya menagkahi keluarga sudah menjadi tanggungjawabnya meski dengan kondisi cacat.

“Untuk makan sehari-hari saya mengandalkan dari memulung dan bukannya saya tak mau bekerja tapi cacat di kaki karena kecelakaan yang menjadi penghambat bagi saya,” terangnya.

Harun berharap, dalam doa nya selalu dipanjatkan mohon kesehatan agar ia dapat selalu bersama keluarga yang ia cintai dan selalu diberikan limpahan rezeki.

“Terutama untuk anak sulung saya agar dia bisa menjadi orang yang pintar dan mengenyam bangku sekolah. Minimal tidak seperti saya dan dapat mengangkat derajat orang tua. Terlebih semoga pemerintah dapat memperhatikan orang-orang susah seperti kami,” tandasnya.(Farhan MR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *